Selasa, 22 Februari 2011

Implementasi Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)



Apoteker atau farmasis merupakan tenaga kesehatan yang jarang sekali terekspose keberadaannya. Di banyak rumah sakit apoteker sering terjebak pada padatnya tugas pengelolaan obat, alat kesehatan dan tugas administratif lainnya, yang menyebabkan apoteker kurang dapat meningkatkan pengetahuan dan peran kliniknya sehingga sulit berkomunikasi dengan dokter secara sejajar.

Walaupun demikian, ditingkat global dalam kalangan farmasis sendiri mulai ada panggilan untuk meningkatkan peranannya dalam pelayanan kesehatan, sehingga muncullah konsep pharmaceutical care . Konsep pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) merupakan pelayanan yang dibutuhkan dan diterima pasien untuk menjamin keamanan dan penggunaan obat yang rasional, baik sebelum, selama, maupun sesudah penggunaan obat.

Keinginan yang kuat untuk mengembalikan peran seorang farmasis di dunia kesehatan membuat pelayanan kefarmasian berkembang menjadi farmasis klinik (clinical pharmacist). Clinical pharmacist merupakan istilah untuk farmasis yang menjalankan praktik kefarmasian di klinik atau di rumah sakit. Keberadaan praktik profesional dari farmasis ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggantikan peranan dokter, tetapi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan pelayanan kesehatan terkait adanya peresepan ganda untuk satu orang pasien, banyaknya obat-obat baru yang bermunculan, kebutuhan akan informasi obat, angka kesakitan dan kematian yang terkait dengan penggunaan obat serta tingginya pengeluaran pasien untuk biaya kesehatan akibat penggunaan obat yang tidak tepat.

Badan kesehatan dunia (WHO) telah merumuskan suatu pedoman yang disebut Good Pharmacy Practice (GPP). Pedoman ini harus dirujuk oleh organisasi profesi farmasi maupun pemerintah di seluruh dunia yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing.

Menurut Dra Retnosari Andrajati MS.PhD Apt dari Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia, pada seminar kefarmasian, akhir Januari 2009 lalu GPP merupakan suatu standar pengukuran kualitas pelayanan. Keberadaannya menyebabkan seorang apoteker yang melakukan praktik berkewajiban untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan pada setiap pasien memenuhi kualitas. Walaupun pembahasan GPP di Indonesia belum rampung, tetapi penerapannya sudah dimulai. "Ada empat rekomendasi utama untuk standar nasional dari GPP. Yaitu promosi kesehatan dan pencegahan sakit, penyediaan dan penggunaan obat/alat kesehatan, swamedikasi dan perbaikan peresepan dan penggunaan obat," kata Retno.

Ruang lingkup dalam pelayanan farmasi harus dilaksanakan dalam kerangka sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pasien. Ruang lingkup pelayanan farmasi tersebut meliputi tanggung jawab farmasis dalam menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan, menjamin kualitas obat yang diberikan aman dan efektif dengan memperhatikan keunikan individu, menjamin pengguna obat atau alat kesehatan dapat menggunakan dengan cara yang paling baik, dan bersama dengan tenaga kesehatan lain bertanggungjawab dalam menghasilkan therapeutic outcomes yang optimal.

Dra. Rina Mutiara M.Pharm, Apt. dari RSCM mengatakan hubungan dokter dan farmasis dapat dilihat dalam ronde ruangan. Farmasis juga dapat membuat rekomendasi penggunaan obat pasien yang meliputi : pemilihan obat, dosis obat, frekuensi obat, lama pemberian obat, cara pemberian serta interaksi obat.

Keberadaan farmasis klinis sudah dapat dirasakan di RSCM. "Dengan adanya farmasis klinik diruang rawat departemen ilmu kesehatan anak, pemakaian antibiotika dapat diturunkan menjadi 51 % dari sebelumnya yang 65 % dan juga mengurangi pemakaian obat yang berlebihan" tambah Rina. Selain itu farmasis di RSCM juga diikutsertakan dalam tim nutrisi yang dibentuk oleh Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM di awal tahun 2008 yang juga terdiri dari dokter gizi anak dan perawat. Menurut Rina, meningkatnya pasien anak dengan gizi buruk yang membutuhkan Total Parenteral Nutrisi membuat farmasis semakin jelas dibutuhkan keberadaannya dalam tim kesehatan. (Hanky)

1 komentar:

kenapa dokter sama apoteker dipisahkan?

Posting Komentar